Sesuai
agenda, selama 6 hari saya akan menyambangi Divre 2 Sumatera Barat. Setelah
berembug dengan Koresponden Sumatera Barat Hendry Yoserizal, saya pun
menentukan tanggal yang tepat. Sengaja saya pilih penerbangan pertama dari
Jakarta agar hari pertama di ranah Minang banyak data dan foto yang bisa
diambil. Perjalanan Jakarta-Padang hanya ditempuh selama 1 jam saja.
Setiba
di bandara Internasional minangkabau (BIM), saya pun bergegas mengambil kopor
dari bagasi. Begitu jalan keluar, segera saya naik bus antarmoda TRANEX yang
siap mengantarkan saya dan penumpang lain menuju dalam kota Padang. Cukup
dengan membayar tiket Rp 20.000,- sekali jalan, saya turun di pool akhir yaitu
Lapangan Kota Padang.
Sebuah
kehormatan bagi saya karena Manager Humas Divre 2, Pak Romeyo langsung menyambut
kedatangan saya dengan mobilnya. Berhubung sudah menjelang jam makan siang,
saya pun diajak menikmati kuliner masakan khas Padang. Sebelum dibawa ke
kantornya, saya pun diantar ke Wisma Andalas, tempat saya menginap selama
seminggu. Wisma milik PT KAI yang disewakan tersebut terletak dekat Pasar
Simpang Haru, tak begitu jauh dari Stasiun Padang.
Usai
menaruh kopor, saya pun langsung diajak ke Kantor Divre 2 Sumatera Barat dan
diperkenalkan dengan Deputy Vice President Divre 2, Puspawarman di ruang kerjanya.
Dengan penuh keramahan, saya pun diijinkan meliput perkeretaapian di ranah
Minang.
Hari Ke-1
(Rabu)
Lokasi tujuan pertama setelah dari Kantor Divre
yaitu Balai Yasa Padang. Balai Yasa Padang itu kini berubah nama menjadi
Bengkel Sarana yang secara struktural berada di bawah Manager Sarana. Setelah
dikenalkan dengan Manager Sarana, Pak Afrizal, saya pun bersama Pak Romeyo
berkeliling Balai Yasa Padang yang saat itu sedang sepi pekerjaan. Maklum,
karena jumlah sarana yang ada juga tak begitu banyak. Aktifitas terlihat di
Loos Lokomotif. Beberapa lokomotif yang masuk PA (overhaul) nampak sedang
dibongkar cashing dan mesinnya.
Hari Ke-2
(Kamis)
Pagi-pagi sekali saya sudah berada di Stasiun
Padang untuk memotret dan melihat kesibukan stasiun saat jam pemberangkatan KA
Ekonomi Sibinuang. Setelah KA berangkat, barulah saya keluar lingkungan stasiun
untuk sarapan pagi. Lontong Sayur khas Padang saya pilih untuk mengisi perut
yang sudah terasa keroncongan. Jam 8 seiring suara sirine Balai Yasa pertanda jam
masuk kerja, saya pun bergegas menuju Kantor Divre 2. Saya atur kembali jadwal
liputan karena siangnya saya diajak Pak Kahumas untuk ikut pertemuan antara
Gubernur Sumatera Barat dengan Dirut PT KAI (Persero) dan pengusaha
pertambangan plus perkebunan.
Hari Ke-3
(Jumat)
Inilah pengalaman pertama saya naik KA Ekonomi
Sibinuang dari Padang-Pariaman,pp. Yang unik KA penumpangnya ditarik lokomotif
BB306. Lok diesel kecil ini padahal kalau di Jawa hanya dijadikan lok langsir
saja, tapi di Sumatera Barat malah menjadi lokomotif utama. Mungkin karena
jumlah rangkaiannya tak terlalu banyak, hanya 5 unit kereta saja. Selain itu,
lok lain yang ada (BB204 dan BB303) lebih difungsikan untuk melayani angkutan
barang dan KA Wisata Padanganjang-Sawahlunto.
Hari Ke-4 (Sabtu)
Kalau hari Jumat saya naik KA Ekonomi Sibinuang,
esoknya saya lanjut lagi ke Pariaman. Kali ini saya ingin merasakan pengalaman
naik KA Wisata Dang Tuanku. Keretanya bercat kuning dan striping biru dengan
dilengkapi AC model rumahan untuk kereta eksekutifnya dan untuk kereta non AC
nya berciri khas kuning total. Beruntung, hari itu saya bisa berkenalan dengan
dua wisatawan asal Belanda. Pasangan suami istri yang sama-sama berprofesi
sebagai dosen di negerinya, ikut naik KA Wisata Dang Tuanku. Keduanya senang
sekali ketika saya berikan satu Majalah KA edisi KA Wisata.
Hari Ke-5
(Minggu)
Ke
Sumatera Barat, rasanya belum puas kalau belum mencoba KA Wisata Danau
Singkarak dan KA Wisata Mak Itam. Dari Pariaman, saya pun lanjut menggunakan
mobil travel dari Lubukalung ke Padangpanjang. Sepanjang perjalanan yang
berkelok, saya melihat jalur KA yang lama belum dioperasikan lagi karena masih
dalam perbaikan. Saya pilih duduk di samping sopir agar bisa leluasa menikmati
perjalanan. Mata langsung terpukau saat melihat jembatan Lembah Anai dan mulut
terowongan, termasuk saat melihat air terjun di pinggir jembatan KA. Ah, andai
saja ada KA yang melintas, pasti banyak yang mengabadikannya.
Agar
bisa melihat proses persiapan KA Wisata Danau Singkarak, saya pun menginap di
Wisma PT KAI di sebelah Stasiun Padangpanjang. Di stasiun Padangpanjang, saya
juga diajak untuk naik menara air setinggi sekitar 7 meter. Untuk menikmati KA
Wisata Danau Singkarak, saya dan Koresponden Sumbar (Hendri Yoserizal) sengaja
tidak naik KA, melainkan mengikutinya dengan mobil. Di beberapa spot yang
bagus, KA Wisata yang ditarik lokomotif BB204 ini saya abadikan hingga
Sawahlunto. Tak ketinggalan Mak Itam (lokomotif uap E1060 dan kereta kayunya).
Hari Ke-6
(Senin)
Hari terakhir, saya tutup dengan hunting foto KA
Semen. Dari Wisma Andalas, saya naik ojek ke Stasiun Bukitputus. Di Stasiun ini
banyak berjajar gerbong ketel semen curah kosongan siap dibawa ke Indarung dan
gerbong isi yang siap dibawa ke silo (tempat pembongkaran milik PT Semen Padang)
di kawasan Pelabuhan Telukbayur. Saya pun diijinkan ikut ke Stasiun Indarung
yang berada di kawasan Pabrik Semen PT Semen Padang. Selain mengabadikan proses
langsiran, yang menarik bagi saya adalah proses pengisian semen curah ke
gerbong dan pembongkarannya. Bahan liputan ini yang kemudian saya gunakan untuk
bahan tulisan “Buku Profil Produk KA Barang Tahun 2012 “pesanan Kantor Pusat PT
KAI.
Sayang saat itu cuaca sedang tak begitu bagus.
Sedangkan masa liputan sudah habis karena sorenya harus kembali ke Jakarta
lagi.
Sebelum
berangkat ke bandara, tak lupa saya mampir ke pusat oleh-oleh khas Padang
memborong kripik balado. Dengan taksi tanpa argo, sesuai kesepakatan harga (Rp
80 ribu), saya pun diantar ke Bandara Internasional Minangkabau. Dalam hati,
saya berjanji akan balik lagi mengunjungi Sumatera Barat bila kelak Railbus
yang menghubungkan Bandara ke Stasiun Padang sudah beroperasi.
AMAD SUDARSIH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar