Kamis, 26 April 2012

Jelajah KA Ranah Minang



         Perjalanan hunting ke Divre 2 Sumatera Barat kali merupakan liputan khusus keempat kalinya bagi Majalah KA. Pertama di pertengahan tahun 2006, lalu saat penurunan kereta ekonomi tahun 2009 di Pelabuhan Telukbayur, peresmian Mak Itam di Sawahlunto dan terakhir kemarin akhir tahun 2012. Bagi saya, ini adalah perjalanan perdana di Divre 2 setelah menyambangi seluruh Daop se-Jawa dan Divre se-Sumatera.
        Sesuai agenda, selama 6 hari saya akan menyambangi Divre 2 Sumatera Barat. Setelah berembug dengan Koresponden Sumatera Barat Hendry Yoserizal, saya pun menentukan tanggal yang tepat. Sengaja saya pilih penerbangan pertama dari Jakarta agar hari pertama di ranah Minang banyak data dan foto yang bisa diambil. Perjalanan Jakarta-Padang hanya ditempuh selama 1 jam saja.
         Setiba di bandara Internasional minangkabau (BIM), saya pun bergegas mengambil kopor dari bagasi. Begitu jalan keluar, segera saya naik bus antarmoda TRANEX yang siap mengantarkan saya dan penumpang lain menuju dalam kota Padang. Cukup dengan membayar tiket Rp 20.000,- sekali jalan, saya turun di pool akhir yaitu Lapangan Kota Padang.
      Sebuah kehormatan bagi saya karena Manager Humas Divre 2, Pak Romeyo langsung menyambut kedatangan saya dengan mobilnya. Berhubung sudah menjelang jam makan siang, saya pun diajak menikmati kuliner masakan khas Padang. Sebelum dibawa ke kantornya, saya pun diantar ke Wisma Andalas, tempat saya menginap selama seminggu. Wisma milik PT KAI yang disewakan tersebut terletak dekat Pasar Simpang Haru, tak begitu jauh dari Stasiun Padang.
     Usai menaruh kopor, saya pun langsung diajak ke Kantor Divre 2 Sumatera Barat dan diperkenalkan dengan Deputy Vice President Divre 2, Puspawarman di ruang kerjanya. Dengan penuh keramahan, saya pun diijinkan meliput perkeretaapian di ranah Minang.

Hari Ke-1 (Rabu)
Lokasi tujuan pertama setelah dari Kantor Divre yaitu Balai Yasa Padang. Balai Yasa Padang itu kini berubah nama menjadi Bengkel Sarana yang secara struktural berada di bawah Manager Sarana. Setelah dikenalkan dengan Manager Sarana, Pak Afrizal, saya pun bersama Pak Romeyo berkeliling Balai Yasa Padang yang saat itu sedang sepi pekerjaan. Maklum, karena jumlah sarana yang ada juga tak begitu banyak. Aktifitas terlihat di Loos Lokomotif. Beberapa lokomotif yang masuk PA (overhaul) nampak sedang dibongkar cashing dan mesinnya.

Hari Ke-2 (Kamis)
Pagi-pagi sekali saya sudah berada di Stasiun Padang untuk memotret dan melihat kesibukan stasiun saat jam pemberangkatan KA Ekonomi Sibinuang. Setelah KA berangkat, barulah saya keluar lingkungan stasiun untuk sarapan pagi. Lontong Sayur khas Padang saya pilih untuk mengisi perut yang sudah terasa keroncongan. Jam 8 seiring suara sirine Balai Yasa pertanda jam masuk kerja, saya pun bergegas menuju Kantor Divre 2. Saya atur kembali jadwal liputan karena siangnya saya diajak Pak Kahumas untuk ikut pertemuan antara Gubernur Sumatera Barat dengan Dirut PT KAI (Persero) dan pengusaha pertambangan plus perkebunan.

Hari Ke-3 (Jumat)
Inilah pengalaman pertama saya naik KA Ekonomi Sibinuang dari Padang-Pariaman,pp. Yang unik KA penumpangnya ditarik lokomotif BB306. Lok diesel kecil ini padahal kalau di Jawa hanya dijadikan lok langsir saja, tapi di Sumatera Barat malah menjadi lokomotif utama. Mungkin karena jumlah rangkaiannya tak terlalu banyak, hanya 5 unit kereta saja. Selain itu, lok lain yang ada (BB204 dan BB303) lebih difungsikan untuk melayani angkutan barang dan KA Wisata Padanganjang-Sawahlunto.

Hari Ke-4 (Sabtu)
Kalau hari Jumat saya naik KA Ekonomi Sibinuang, esoknya saya lanjut lagi ke Pariaman. Kali ini saya ingin merasakan pengalaman naik KA Wisata Dang Tuanku. Keretanya bercat kuning dan striping biru dengan dilengkapi AC model rumahan untuk kereta eksekutifnya dan untuk kereta non AC nya berciri khas kuning total. Beruntung, hari itu saya bisa berkenalan dengan dua wisatawan asal Belanda. Pasangan suami istri yang sama-sama berprofesi sebagai dosen di negerinya, ikut naik KA Wisata Dang Tuanku. Keduanya senang sekali ketika saya berikan satu Majalah KA edisi KA Wisata.

Hari Ke-5 (Minggu)
Ke Sumatera Barat, rasanya belum puas kalau belum mencoba KA Wisata Danau Singkarak dan KA Wisata Mak Itam. Dari Pariaman, saya pun lanjut menggunakan mobil travel dari Lubukalung ke Padangpanjang. Sepanjang perjalanan yang berkelok, saya melihat jalur KA yang lama belum dioperasikan lagi karena masih dalam perbaikan. Saya pilih duduk di samping sopir agar bisa leluasa menikmati perjalanan. Mata langsung terpukau saat melihat jembatan Lembah Anai dan mulut terowongan, termasuk saat melihat air terjun di pinggir jembatan KA. Ah, andai saja ada KA yang melintas, pasti banyak yang mengabadikannya.
       Agar bisa melihat proses persiapan KA Wisata Danau Singkarak, saya pun menginap di Wisma PT KAI di sebelah Stasiun Padangpanjang. Di stasiun Padangpanjang, saya juga diajak untuk naik menara air setinggi sekitar 7 meter. Untuk menikmati KA Wisata Danau Singkarak, saya dan Koresponden Sumbar (Hendri Yoserizal) sengaja tidak naik KA, melainkan mengikutinya dengan mobil. Di beberapa spot yang bagus, KA Wisata yang ditarik lokomotif BB204 ini saya abadikan hingga Sawahlunto. Tak ketinggalan Mak Itam (lokomotif uap E1060 dan kereta kayunya).

Hari Ke-6 (Senin)
Hari terakhir, saya tutup dengan hunting foto KA Semen. Dari Wisma Andalas, saya naik ojek ke Stasiun Bukitputus. Di Stasiun ini banyak berjajar gerbong ketel semen curah kosongan siap dibawa ke Indarung dan gerbong isi yang siap dibawa ke silo (tempat pembongkaran milik PT Semen Padang) di kawasan Pelabuhan Telukbayur. Saya pun diijinkan ikut ke Stasiun Indarung yang berada di kawasan Pabrik Semen PT Semen Padang. Selain mengabadikan proses langsiran, yang menarik bagi saya adalah proses pengisian semen curah ke gerbong dan pembongkarannya. Bahan liputan ini yang kemudian saya gunakan untuk bahan tulisan “Buku Profil Produk KA Barang Tahun 2012 “pesanan Kantor Pusat PT KAI.
Sayang saat itu cuaca sedang tak begitu bagus. Sedangkan masa liputan sudah habis karena sorenya harus kembali ke Jakarta lagi.
      Sebelum berangkat ke bandara, tak lupa saya mampir ke pusat oleh-oleh khas Padang memborong kripik balado. Dengan taksi tanpa argo, sesuai kesepakatan harga (Rp 80 ribu), saya pun diantar ke Bandara Internasional Minangkabau. Dalam hati, saya berjanji akan balik lagi mengunjungi Sumatera Barat bila kelak Railbus yang menghubungkan Bandara ke Stasiun Padang sudah beroperasi.
AMAD SUDARSIH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar