Kamis, 26 April 2012

Blusukan Sepur Kebun Sawit Dolok Ilir


     Kami putuskan menginap di Tebingtinggi untuk bisa pagi-pagi sekali berangkat naik KA CPO ke Kebun Dolok Ilir. Sesuai rencana, tepat pukul 6.30 WIB, KA CPO kosongan berangkat dari Stasiun Tebingtinggi menuju Stasiun Dolok Merangir. Perjalanan tak begitu kencang karena jalurnya yang berkelok dan terdapat tanjakan. Sepanjang perjalanan, pemandangan yang terhampar di sepanjang kanan-kiri rel mayoritas perkebunan kelapa sawit dan karet. Dua stasiun dilewati, satu stasiun mati (Stasiun Naga Kesiangan-unik juga namanya) dan Stasiun Bajalingge yang diapit dua jembatan dengan bentang sekitar 50 meter.
     Setengah jam perjalanan sampailah di Stasiun Dolok Merangir. Lok pun langsung dilepas untuk pindah posisi arah balik menuju Kebun Dolok Ilir. Sembari menunggu langsiran, kami sempatkan untuk sarapan nasi uduk khas Dolok Merangir yang dijual depan rumah warga, tak jauh dari stasiun. Nikmat, gurih dan lumayan buat mengganjal perut hingga siang hari. Masinis pun biasa langganan sarapan di situ.
      Selesai sarapan, KA pun segera diberangkatkan. Untuk pemeriksaan gerbong di lokasi Kebun, petugas schowing dari Pengawas Urusan Gerbong (PUG) Dolok Merangir pun harus ikut KA sembari membantu merangkap tugas Pelayan Rem (PLRm). Kecepatan KA hanya berkisar 5-15 km/jam, dikarenakan kondisi jalan relnya yang sudah tua sekali. Relnya masih kecil R14 dengan bantalan kayu yang mayoritas sudah lapuk dan terbenam tanah.
      Di beberapa titik bila musim hujan, relnya nyaris tak terlihat sama sekali. Benar-benar masih peninggalan Belanda dan hanya dilakukan tambahan perkuatan dengan potongan-potongan rel yang dijadikan bantalan besi di sela-sela bantalan kayu yang lapuk. Kalau di Jawa, kondisi seperti itu sudah masuk kategori tak laik atau tak aman untuk dilewati KA. Namun tak demikian di Divre ujung utara Sumatera ini. Mayoritas lintas cabang yang menuju Kebun milik PTPN sudah sedemikian memprihatinkan prasarana jalan relnya. Padahal setiap hari dilalui KA dengan muatan CPO ribuan liter untuk dibawa ke Belawan.
    Setiap harinya satu KA dengan membawa rangkaian 8-10 gerbong ketel keluar-masuk ke tempat pengisian CPO di Kebun Dolok Ilir milik PTPN III yang hanya sekitar 7 km dari Stasiun Dolok Merangir. Beruntung sepanjang jalan, hamparan perkebunan kelapa sawit dan karet sangat memukau untuk kami nikmati sebagai penyejuk mata. Maklum, di Jakarta, kami suntuk dengan pemandangan kemacetan dan hutan gedung-gedung bertingkat.
    Setiba di stasiun pengisian, lok pun dilepas untuk pindah posisi. Saat memindah wesel yang hilang bandulnya, petugas pun harus menggesernya dengan mencongkelnya dengan linggis panjang. Benar-benar wesel terlayan setempat. Lok pun maju begitu lidah wesel telah bergeser posisinya ke arah sepur dua. Kami hanya geleng-geleng kepala. Untung tak sampai anjlok rodanya.
       Setelah pindah posisi, dari semula hidung panjang (longhood), kini posisi lokomotif kembali pada posisi hidung pendek (shorthood). Sebelum dilakukan pengisian, satu persatu rangkaian dimundurkan untuk dilakukan penimbangan gerbong dalam kondisi kosong. Selanjutnya petugas pengisian memasang corong pipa ke lubang ketel. Hanya ada dua corong sehingga setiap pengisian hanya dua gerbong ketel, dan bergantian dua gerbong belakangnya hingga terakhir. Setelah terisi muatan CPO, gerbong pun ditarik maju untuk ditimbang muatannya. Dari pukul 10 pagi, pengisian untuk 10 gerbong ketel selesai hinggai pukul 3 sore. Selesai pengisian, KA bermuatan CPO langsung diberangkatkan menuju Stasiun Dolok Merangir. Selanjutnya dibawa ke Stasiun Tebingtinggi untuk diteruskan dibawa ke Belawan.
AMAD SUDARSIH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar