Setelah sempat tak
melayani KA penumpang, stasiun termegah ini nyaris seperti gedung mati, lekat
beraroma nuansa angker. Apalagi ada ruang bawah tanah yang selalu digenangi air
dan tanpa penerangan. Kini kesan itu mulai pudar, setelah dilakukan konservasi.
Stasiun besar dengan luas 34.134 meter
persegi ini mulai dibangun pada tahun 1914 pada masa Gubernur Jendral AFW
Idenburg (1909-1916). Arsitek Stasiun Tanjung Priuk ini adalah CW Koch, seorang
insinyur utama dari Staats Spoorwegen
(SS). Tepat pada ulang tahun ke-50 Staats
Spoorwegen, 6 April 1925. Stasiun ini merupakan stasiun monumental dengan
delapan jalur ganda. Bangunan buatan Hindia Belanda ini merupakan perpaduan
antara gaya neoklasik dengan gaya kontemporer pada masanya.
Stasiun Tanjungpriok berperan sebagai
tempat transit penumpang yang datang ke Batavia
(Jakarta)
melalui Pelabuhan Tanjungpriok. Di salah satu bagian dari stasiun dulu terdapat
fungsi hotel yang dilengkapi dengan bar dan restoran dengan dapur yang terletak
di lantai dua yang cukup baik bagi mereka yang tiba kemalaman. Stasiun ini tak
hanya mengangkut penumpang untuk kota Batavia dan sekitarnya, tapi juga untuk jarak jauh seperti
Semarang dan Surabaya.
Seiring waktu dan jaman, kemegahan dan
keramaian stasiun Tanjungpriok mulai surut disamping terbentur regulasi tidak
lagi dioperasikannya beberapa KA penumpang jarak jauh. Kondisi Stasiun Tanjungpriok
pun sempat merana, tak terawat, baik di dalam stasiun maupun di lingkungan
sekitarnya. Banyaknya rel kereta api yang tertutup bangunan liar baik di dalam
stasiun maupun di sepanjang jalur kereta api di sekitarnya.
Pada awal tahun 2009, PT Kereta Api
(Persero) mulai melaksanakan program konservasi Stasiun Tanjungpriok untuk
mengembalikan fungsi stasiun seperti pada masa jayanya. Diantaranya melakukan renovasi
Rumah Sinyal dan eskavasi Ruang Bawah Tanah (Bunker).
Kegiatan eskavasi dilakukan pada ruang
bawah tanah/ bunker yang berada di sisi utara bangunan stasiun dan diatasnya
merupakan hall yang dulunya kemungkinan besar berfungsi sebagai ruang makan.
Kegiatan yang pertama kali dilakukan adalah pembersihan lumpur yang memenuhi di
ruang bawah tanah tersebut. Tinggi lumpur sekitar 150 cm.
Kegiatan kedua dilanjutkan pada ruang
berikutnya yang berada bersebelahan dengan ruang bawah tanah pertama dengan
cara membongkar dinding tembok tambahan mempergunakan peralatan seadanya tetapi
mengalami hambatan karena kondisi lumpur yang berbeda sehingga memerlukan
peralatan khusus.
Penemuan ruang lain tersebut
berdasarkan dengan melihat pipa yang ada di tiap ruangan dan kemungkinan dapat
menjadi acuan untuk menemukan ruang lainnya. Di lokasi kedua tersebut telah
ditemukan 2 (dua) buah sendok logam yang diperkirakan dibuat pada awal tahun
1900. Namun untuk kegiatan selanjutnya masih menunggu bantuan peralatan dan
tenaga ahli untuk supervisi.
Sayangnya stasiun megah ini sampai sekarang belum dimanfaatkan secara maksimal. Untuk pelayanan operasional, stasiun Tanjungpriok baru digunakan untuk melayani lalulintas KA barang petikemas dari Pasoso dan Sungai Lagoa. Sedangkan untuk KA Penumpang baru melayani pemberangkatan KA Ekonomi Kertajaya. Sementara untuk melayani operasional lalulintas KRL kini sudah tak ada lagi. Padahal sebelumnya, sempat melayani perjalanan KRL rute Bekasi-Tanjungpriok. Namun dengan adanya perubahan rute jalur KRL, rute Bekasi-Tanjungpriok dihapus dan diganti dengan rute baru Jakartakota-Tanjungpriok lewat Kampungbandan Atas. Tapi lagi-lagi rute baru itu pun hingga kini belum ada kabar akan dioperasikan. KRL pun tak lagi meramaikan stasiun Tanjungpriok.
AMAD SUDARSIH